Selasa, 29 Maret 2011

kiriman teman,nn tentang kehidupan

  "Sederhana yang indah yaitu setiap kita mencintai diri sendiri secara sederhana,bercermin pada manusia sederhana lainnya,berusaha menata kehidupan secara sederhana dan berbakti kepada Alloh SWT dengan sederhana pula".
                                                                           # # #
       "#Ketahuilah, bahwa engkau bukan satu-2nya orang yang mendapat ujian,tidak seorangpun yang lepas dari   kesedihan dan tidak seorangpun luput dari kesulitan".
      # # #
    "Jika hari ini engkau merasa tak kuat menahan beban kehidupan,maka nikmatilah,karena inipun akan berlalu,nikmatilah rasa galaumu dengan memikirkan kedewasaan yang akan engkau gapai atas resah dan galau itu dengan kematangan yang akan engkau miliki setelah berhasil engkau melewati semua itu semoga Alloh selalu memberi kekuatan dan kesabaran kepadamu".

Sabtu, 26 Maret 2011

"RENUNGAN TENGAH MALAM"

   "Tiada suatu bencanapun yg menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzd) sebelum Kami menciptakannya.Sesunggguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh,.  {Kami jelaskan yg demikian itu}supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu,dan Alloh tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,[yaitu] orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling [dari perintah-perintah Alloh] maka sesungguhnya Alloh Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji  {Al-Hadid;22-24}
  "Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami,dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri,,.{Ath-Thuur;48}

Minggu, 20 Maret 2011

Orang Yang Tergolong Matang

  "Orang yang tergolong matang adalah orang yang dapat menyikapi ragam kondisi kehidupan dengan cara-cara yang bermanfaat,atau paling tidak-tidak membahayakannya. Kamatangan pribadi berarti keseimbangan atau kestabilan emosi, nah diantara kestabilan tersebut adalah;

  • Menghormati kebebasan dan merasakan tanggung jawab yang menjadi konsekwensinya.
  • Memulai untuk memberi dan berpartisipasi (bukan dgn harta semata) dalam setiap kegiatan individu,keluarga dan masyarakat.
  • Membuang kebiasaan egois dan persaingan liar.
  • Berpegang teguh pada ikatan-ikatan yang diharuskan masyarakat dibidang akhlak,khususnya terkait masalah seksual dan minuman keras, dan fokus pada kehidupan keluarga.
  • Sadar betul bahwa permusuhan,kebencian,kemarahan, dan menganiaya orang lemah adalah bukti kebuasan,ketak-berdayaan dan pendidikan yang buruk. Selain itu,menyadari pula bahwa pergaulan yang baik dan akhlak mulia adalah bukti kekuatan pribadi.
  • Mampu membedakan antara yang hakiki dan yang waham,juga antara ilmu dan khurafat.
  • Mampu beradaptasi dengan perputaran roda kehidupan,juga kuat bertahan dan istiqomah menghadapi kondisi memprihatinkan.                                       
  • .. john a.chindlan..

abiyahya21.blogspot.com: kata mutiara 2

abiyahya21.blogspot.com: kata mutiara 2

Sabtu, 19 Maret 2011

kata mutiara 2

"Janganlah engkau merasa perih,meski dirimu tertatih, berjalanlah songsong apa yang diniatkan dan diinginkan.
Dirimu harus terus berdiri bahkan berlari,karena Alloh SWT selalu memandangimu. Tersenyumlah meski terkadang kerangka tawa tak mampu lagi kokohkan tubuh penuh luka, maka dalam selaksa gundah rangkailah malammu dengan isak sujudmu kepada Robb yang tak pernah tidur".
  
"Orang sakit menyangka bahagia terletak pada kesehatan, orang miskin menyangka bahagia terletak pada harta kekayaan, rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan, orang biasa menyangka bahagia terletak pada kepopuleran, dan sangkaan-sangkaan lainnnya... namun kebahagiaan sejati terletak pada iman yang mengakar kuat dalam dada".

Rabu, 16 Maret 2011

"Renungan di malam hari"---MUTIARA ALQUR'AN

  "Dan jikalau Tuhan-mu  menghendaki,tentulah beriman semua orang yang dimuka bumi seluruhnya, Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?
  Dan tidak seorangpun akan beriman kecuali dengan ijin Alloh , dan Alloh menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya". (Qs.yunus:99-100)
  "Jika Alloh menimpakan suatu kemudharatan kepadamu,maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia,.Dan jika Alloh menghendaki kebaikan bagi kamu,maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya.Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".(Qs.yunus:107)

Selasa, 15 Maret 2011

"UNTUK YG LEBIH BAIK DARI-MU"



Detik ini...

Masih kita dapati udara tuk bernafas..
Ada seteguk air tuk diminum..
Mata masih bisa melihat
Telinga masih mendengar..
Lalu..nikmat mana lagi yang kita ingkari..?

Hari ini..

Masih ada yg tersenyum pada kita..
Disana ada yg merindukan kita..
Dan tak sedikit yang bergembira dengan kedatangan kita..

Yaa Robbi...

Bila ada yg Engkau ambil dariku
mungkin itu adalah mudharat..
Bila masih lekat dgnku dan bila tak Engkau beri apa yg kuminta dari-MU
ku yakin ada yg lebih baik dari itu
yg Engkau siapkan bagiku

Yaa Robbi...

Himpunkan kami bersama hamba2-MU
dari orang2 yg selalu bersyukur.
 
 
(dikutip dari majalah arrisalah)

"renungan malam" (Qs.Alhadid:22-24)


    "Tiada suatu bencanapun yang menimpa dibumi (tidk pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab yang nyata (LAUH MAHFUDZ) sebelum Kami menciptakannya,sesunguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh SWT, (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput darimu dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-NYA kepadamu.Dan Alloh tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri,yaitu orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir.Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah Alloh) maka sesungguhnya Alloh Maha Kaya lg Maha Terpuji"

Senin, 14 Maret 2011

*Dunia tunduk padanya*

 "Dunia ini memang mengherankan,semakin dikejar ia smakin lari menjauh.Tapi kalau kita berpaling darinya,ia justru mgejar kita,diantara orang sholeh ada yg menceritakan."Kami sibuk dengan agama, & ternyata dunia datang dengan sendirinya kepada kami".
Ibnul jauzi pernah berkata;   "Dunia itu ibarat bayangan,jika anda berpaling dari bayangan,ia justru menguntit anda,tetapi jka anda mencari-carinya,ia justru malas mendatangi anda"
   "Lain halnya memang mereka yang non islam,obsesi mereka hanyalah dunia,karena menurut mereka dunia adalah segalanya dan bahkan surga bisa mereka beli dengan harta dunia, oleh karenanya dalam sebuah ayat di katakan, Barangsiapa yg menhendaki dunia,niscaya Alloh akan memberinya hanya di dunia,namun barangsiapa menghendaki dunia dan akherat niscaya Alloh akan memudahkan jalannya.
   "Karenanya pendamba akherat yang sibuk dengan akherat akan didatangi oleh dunia dgn izin Nya.Barangsiapa mencari akherat,ALLOH SWT akan mengutus&mengirim dunia kepadanya.oleh karena itu..CINTAILAH AKHERAT LEBIH DARI DUNIA.

Posted by Picasa

Minggu, 13 Maret 2011

KISAH PERJALANAN KERANG





Seekor  kerang belia ketika mencari makan akan membuka penutup badannya,maka saat itu,pasirpun masuk kedalam tubuhnya.sang kerang menangis,
Bunda”sakit bunda sakit,ada pasir masuk kedalam tubuhku”
sang bunda menjawab:”
Sabarlah nak,jangan kau rasakan sakit itu,bila perlu berikan kebaikan kepada sang pasir yang telah menyakitimu,”
Kerang belia itu masih menangis “namun air matanya ia gunakan untuk membungkus pasir yang masuk kedalam tubuhnya.hal ini terus  menerus ia lakukan.rasa sakit itupun mulai berkurang bahkan kemudian hilang .ajaibnya pasir itu justru  berubah menjadi butiran yang sangat cantik,menjadi mutiara.
Ketika dipanen dan kemudian dijual,ternyata kerang yang berisi butiran mutiara itu harganya sangat mahal.sementara kerang lain yang tak pernah merasakan sakitnya pasir,Cuma menjadi kerang rebus yang dijual murah,bahkan diobral dipinggir-pinggir jalan.
Kalau anda tidak pernah mendapat cobaan dan merasakan rasanya sakit(dlm perjuangan),maka anda akan seperti kerang rebus,yakni menjadi kerang murahan.tapi,kalau anda mampu menghadapi cobaan,bahkan mampu memberikan manfaat kepada orang lain ketika sedang mendapat cobaan itu,maka anda akan menjadi seperti kerang mutiara.
Kerang rebus diobral di pinggir jalan,sementara mutiara dijual mahal diletakkan ditempat terhormat.hidup itu sebuah pilihan.anda bisa memilih, hendak menjadi kerang mutiara atau kerang rebus?

Dikutip dari majalah hidayatulloh,rabu 09-04-08.

Sabtu, 12 Maret 2011

Panduan Shalat Istikhoroh




Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat butuh pada pertolongan Allah dalam setiap urusan-Nya. Yang mesti diyakini bahwa manusia tidak mengetahui perkara yang ghoib. Manusia tidak mengetahui manakah yang baik dan buruk pada kejadian pada masa akan datang. Oleh karena itu, di antara hikmah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, Dia mensyariatkan do’a supaya seorang hamba dapat bertawasul pada Rabbnya untuk dihilangkan kesulitan dan diperolehnya kebaikan.
Seorang muslim sangat yakin dan tidak ada keraguan sedikit pun bahwa yang mengatur segala urusan adalah Allah Ta’ala. Dialah yang menakdirkan dan menentukan segala sesuatu sesuai yang Dia kehendaki pada hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (68) وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ (69) وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُولَى وَالْآَخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (70)
Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Rabb (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. Al Qashash: 68-70)
Al ‘Allamah Al Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Sebagian ulama menjelaskan: tidak sepantasnya bagi orang yang ingin menjalankan di antara urusan dunianya sampai ia meminta pada Allah pilihan dalam urusannya tersebut yaitu dengan melaksanakan shalat istikhoroh.[1]
Yang dimaksud istikhoroh adalah memohon kepada Allah manakah yang terbaik dari urusan yang mesti dipilih salah satunya.[2]
Dalil Disyariatkannya Shalat Istikhoroh
Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِصلى الله عليه وسلميُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِخَيْرًا لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِقَالَ أَوْ فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِىفَاقْدُرْهُ لِى ، وَيَسِّرْهُ لِى ، ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِىأَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِفَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap urusan. Beliau mengajari shalat ini sebagaimana beliau mengajari surat dari Al Qur’an. Kemudian beliau bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu, lalu hendaklah ia berdo’a: “Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih
Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya.”[3]
Faedah Mengenai Shalat Istikhoroh
Pertama: Hukum shalat istikhoroh adalah sunnah dan bukan wajib. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ
Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangi seseorang, lalu ia bertanya mengenai Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat lima waktu sehari semalam.”  Lalu ia tanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ « لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ »
“Apakah aku memiliki kewajiban shalat lainnya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Tidak ada, kecuali jika engkau ingin menambah dengan shalat sunnah.”[4]
Kedua: Dari hadits di atas, shalat istikhoroh boleh dilakukan setelah shalat tahiyatul masjid, setelah shalat rawatib, setelah shalat tahajud, setelah shalat Dhuha dan shalat lainnya.[5] Bahkan jika shalat istikhoroh dilakukan dengan niat shalat sunnah rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu berdoa istikhoroh setelah itu, maka itu juga dibolehkan. Artinya di sini, dia mengerjakan shalat rawatib satu niat dengan shalat istikhoroh karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ
Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu.” Di sini cuma dikatakan, yang penting lakukan shalat dua raka’at apa saja selain shalat wajib. [6]
Al ‘Iroqi mengatakan, “Jika ia bertekad melakukan suatu perkara sebelum ia menunaikan shalat rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu ia shalat tanpa niat shalat istikhoroh, lalu setelah shalat dua rakaat tersebut ia membaca doa istikhoroh, maka ini juga dibolehkan.”[7]
Ketiga: Istikhoroh hanya dilakukan untuk perkara-perkara yang mubah (hukum asalnya boleh), bukan pada perkara yang wajib dan sunnah, begitu pula bukan pada perkara makruh dan haram. Alasannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِصلى الله عليه وسلميُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh dalam setiap urusan.” Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abi Jamroh bahwa yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah khusus walaupun lafazhnya umum.[8] Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits tersebut bahwa istikhoroh hanya khusus untuk perkara mubah atau dalam perkara sunnah (mustahab) jika ada dua perkara sunnah yang bertabrakan, lalu memilih manakah yang mesti didahulukan.”[9]
Contohnya, seseorang tidak perlu istikhoroh untuk melaksanakan shalat Zhuhur, shalat rawatib, puasa Ramadhan, puasa Senin Kamis, atau mungkin dia istikhoroh untuk minum sambil berdiri ataukah tidak, atau mungkin ia ingin istikhoroh untuk mencuri.  Semua contoh ini tidak perlu lewat jalan istikhoroh.
Begitu pula tidak perlu istikhoroh dalam perkara apakah dia harus menikah ataukah tidak. Karena asal menikah itu diperintahkan sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (QS. An Nur: 32)
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
Wahai para pemuda, jika salah seorang di antara kalian telah mampu untuk memberi nafkah, maka menikahlah.[10] Namun dalam urusan memilih pasangan dan kapan tanggal nikah, maka ini bisa dilakukan dengan istikhoroh.
Sedangkan dalam perkara sunnah yang bertabrakan dalam satu waktu, maka boleh dilakukan istikhoroh. Misalnya seseorang ingin melakukan umroh yang sunnah, sedangkan ketika itu ia harus mengajarkan ilmu di negerinya. Maka pada saat ini, ia boleh istikhoroh.
Bahkan ada keterangan lain bahwa perkara wajib yang masih longgar waktu untuk menunaikannya, maka ini juga bisa dilakukan istikhoroh. Semacam jika seseorang ingin menunaikan haji dan hendak memilih di tahun manakah ia harus menunaikannya. Ini jika kita memilih pendapat bahwa menunaikan haji adalah wajib tarokhi (perkara wajib yang boleh diakhirkan).[11]
Keempat: Istikhoroh boleh dilakukan berulang kali jika kita ingin istikhoroh pada Allah dalam suatu perkara. Karena istikhoroh adalah do’a dan tentu saja boleh berulang kali. Ibnu Az Zubair sampai-sampai mengulang istikhorohnya tiga kali. Dalam shahih Muslim, Ibnu Az Zubair mengatakan,
إِنِّى مُسْتَخِيرٌ رَبِّى ثَلاَثًا ثُمَّ عَازِمٌ عَلَى أَمْرِى
“Aku melakukan istikhoroh pada Rabbku sebanyak tiga kali, kemudian aku pun bertekad menjalankan urusanku tersebut.”[12]
Kelima: Do’a shalat istikhoroh yang lebih tepat dibaca setelah shalat dan bukan di dalam shalat. Alasannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ
“Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu, lalu hendaklah ia berdo’a: “Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika …[13]
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah mengatakan, “Aku tidak mengetahui dalil yang shahih yang menyatakan bahwa do’a istikhoroh dibaca ketika sujud atau setelah tasyahud (sebelum salam) kecuali landasannya adalah dalil yang sifatnya umum yang menyatakan bahwa ketika sujud dan tasyahud akhir adalah tempat terbaik untuk berdo’a. Akan tetapi, hadits ini sudah cukup sebagai dalil tegas bahwa do’a istikhoroh adalah setelah shalat. ”[14]
Keenam: Istikhoroh dilakukan bukan dalam kondisi ragu-ragu dalam satu perkara karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ
““Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu”. Begitu pula isi do’a istikhoroh menunjukkan seperti ini. Oleh karena itu, jika ada beberapa pilihan, hendaklah dipilih, lalu lakukanlah istikhoroh. Setelah istikhoroh, lakukanlah sesuai yang dipilih tadi. Jika memang pilihan itu baik, maka pasti Allah mudahkan. Jika itu jelek, maka nanti akan dipersulit.[15]
Ketujuh: Sebagian ulama menganjurkan ketika raka’at pertama setelah Al Fatihah membaca surat Al Kafirun dan di rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas. Sebenarnya hal semacam ini tidak ada landasannya. Jadi terserah membaca surat apa saja ketika itu, itu diperbolehkan.[16]
Kedelepan: Melihat dalam mimpi mengenai pilihannya bukanlah syarat dalam istikhoroh karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal ini. Namun orang-0rang awam masih banyak yang memiliki pemahaman semacam ini. Yang tepat, istikhoroh tidak mesti menunggu mimpi. Yang jadi pilihan dan sudah jadi tekad untuk dilakukan, maka itulah yang dilakukan.[17] Terserah apa yang ia pilih tadi, mantap bagi hatinya atau pun tidak, maka itulah yang ia lakukan karena tidak dipersyaratkan dalam hadits bahwa ia harus mantap dalam hati.[18] Jika memang yang jadi pilihannya tadi dipersulit, maka berarti pilihan tersebut tidak baik untuknya. Namun jika memang pilihannya tadi adalah baik untuknya, pasti akan Allah mudahkan.
Tata Cara Istikhoroh
Pertama: Ketika ingin melakukan suatu urusan yang mesti dipilih salah satunya, maka terlebih dahulu ia pilih di antara pilihan-pilihan yang ada.
Kedua: Jika sudah bertekad melakukan pilihan tersebut, maka kerjakanlah shalat dua raka’at (terserah shalat sunnah apa saja sebagaimana dijelaskan di awal).
Ketiga: Setelah shalat dua raka’at, lalu berdo’a dengan do’a istikhoroh:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِخَيْرًا لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِقَالَ أَوْ فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِىفَاقْدُرْهُ لِى ، وَيَسِّرْهُ لِى ، ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِىأَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِفَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ
Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.
[Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya]
Keempat: Lakukanlah pilihan yang sudah dipilih di awal tadi, terserah ia merasa mantap atau pun tidak dan tanpa harus menunggu mimpi. Jika itu baik baginya, maka pasti Allah mudahkan. Jika itu jelek, maka pasti ia akan palingkan ia dari pilihan tersebut.
Demikian penjelasan kami mengenai panduan shalat istikhoroh. Semoga bermanfaat.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, di sore hari menjelang Maghrib, 15 Rabi’ul Awwal 1431 H (01/03/2010)
***

[1] Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an (Tafsir Al Qurthubi), Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi, 13/306, Mawqi’ Ya’sub (sesuai cetakan).
[2] Lihat Fathul Baari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 11/184, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379.
[3] HR. Bukhari no. 7390, dari Jabir bin ‘Abdillah
[4] HR. Bukhari no. 2678 dan Muslim no. 11, dari Tholhah bin ‘Ubaidillah.
[5] Lihat Fiqhud Du’aa, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, hal. 167, Maktabah Makkah, cetakan pertama, tahun 1422 H.
[6] Faedah dari penjelasan Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah, 1/426, Al Maktabah At Taufiqiyah. Begitu pula terdapat penjelasan yang sama dari Syaikh Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul dalam kitab beliau Bughyatul Mutathowwi’ fii Sholatit Tathowwu’ (soft file).
[7] Lihat Nailul Author, Asy Syaukani, 3/87, Irodatuth Thob’ah Al Muniroh.
[8] Lihat Fathul Baari, 11/184.
[9] Idem
[10] HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400.
[11] Contoh-contoh ini kami peroleh dari Fiqhud Du’aa, hal. 167-168.
[12] HR. Muslim no. 1333
[13] Lihat Fiqhud Du’aa, hal. 168-169.
[14] Fiqhud Du’aa, hal. 169.
[15] Faedah dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul dalam Buhyatul Mutathowwi’ (soft file).
[16] Lihat Fiqhud Du’aa, hal. 169.
[17] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/427.
[18] Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul dalam Buhyatul Mutathowwi’ (soft file).